
Kecerdasan buatan (AI) telah merambah berbagai bidang, termasuk seni, dengan cara yang belum pernah dibayangkan sebelumnya. Dari menciptakan lukisan digital hingga menghasilkan musik dan puisi, AI seolah memberikan angin segar dalam dunia kreatif. Namun, di balik kemajuan ini, ada gelombang penolakan dari para seniman dan penikmat seni tradisional. Mereka merasa bahwa karya yang dihasilkan AI seringkali kurang memiliki “jiwa” yang hanya bisa diwujudkan oleh manusia. Hal ini memunculkan pertanyaan besar: apakah seni yang diciptakan AI benar-benar bisa dianggap seni?
Salah satu alasan utama banyak yang tidak setuju dengan kehadiran AI dalam seni adalah soal orisinalitas. AI menciptakan karya berdasarkan data yang telah diprogram atau dikumpulkan sebelumnya. Artinya, AI tidak benar-benar “berkreasi” dari nol, melainkan memadukan apa yang sudah ada. Bagi banyak seniman, ini dianggap sebagai pelanggaran terhadap nilai-nilai dasar seni yang menekankan inovasi, inspirasi, dan interpretasi pribadi. Bayangkan saja, bagaimana karya seni yang merupakan hasil algoritma dapat dibandingkan dengan ekspresi emosional seorang seniman yang menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk menyempurnakan tekniknya?
Selain itu, isu hak cipta menjadi topik panas dalam diskusi ini. AI sering kali “belajar” dari ribuan karya seni yang diunggah secara online tanpa izin pemiliknya. Ketika hasilnya kemudian dipasarkan atau bahkan memenangkan penghargaan, banyak yang merasa bahwa ini adalah bentuk eksploitasi. Tidak hanya seniman, tetapi juga masyarakat luas mulai mempertanyakan keadilan dalam hal ini. Apakah wajar jika mesin yang “meniru” kerja keras manusia mendapat pengakuan yang sama, atau bahkan lebih?
Di sisi lain, ada yang berpendapat bahwa AI hanyalah alat seperti halnya kuas bagi pelukis atau kamera bagi fotografer. Dengan perspektif ini, AI tidak menggantikan seniman, melainkan memperluas kemungkinan kreatif mereka. Namun, skeptisisme tetap ada. Beberapa pihak khawatir bahwa ketergantungan pada AI dalam seni justru dapat menurunkan nilai seni itu sendiri, mengubahnya menjadi sesuatu yang instan dan kurang bermakna. Seni, bagi banyak orang, adalah tentang proses dan perjalanan, bukan hanya hasil akhir.
Dengan semua kontroversi ini, peran AI dalam seni menjadi salah satu topik yang terus memancing perdebatan. Apakah kehadiran AI akan menggantikan manusia di dunia seni atau justru menjadi mitra kreatif baru? Meskipun jawabannya masih belum jelas, yang pasti adalah bahwa seni akan terus berkembang, baik dengan atau tanpa campur tangan AI. Penting bagi kita untuk terus menjaga keseimbangan antara teknologi dan nilai-nilai artistik, sehingga seni tetap menjadi refleksi dari apa yang membuat kita manusia.
Baca juga: Tentang Nara