
Di era serba digital seperti sekarang, modernisasi dianggap sebagai suatu keharusan. Namun, tahukah kamu bahwa tidak semua desa ingin menerima modernisasi secara penuh? Beberapa desa memilih untuk mempertahankan cara hidup tradisional mereka, meskipun berbagai kemudahan teknologi telah tersedia. Hal ini bukan tanpa alasan, karena bagi mereka, modernisasi yang berlebihan justru bisa mengancam keseimbangan sosial dan budaya yang sudah terjaga selama bertahun-tahun.
Salah satu alasan utama adalah kekhawatiran terhadap hilangnya nilai-nilai budaya lokal. Modernisasi sering kali membawa pola pikir dan gaya hidup baru yang bisa bertentangan dengan tradisi yang telah diwariskan secara turun-temurun. Misalnya, masuknya budaya konsumtif yang menggantikan sistem gotong royong atau lunturnya adat istiadat karena tergerus oleh kebiasaan modern. Bagi masyarakat desa, mempertahankan tradisi bukan berarti menolak kemajuan, tetapi lebih kepada menjaga jati diri mereka.
Selain itu, modernisasi yang tidak terkendali juga dapat berdampak pada ekosistem dan lingkungan. Banyak desa yang masih mengandalkan alam sebagai sumber utama kehidupan, baik dalam pertanian, perikanan, maupun peternakan. Jika pembangunan dilakukan tanpa memperhatikan keseimbangan alam, risiko kerusakan lingkungan menjadi lebih besar. Oleh karena itu, beberapa desa lebih memilih untuk tetap menggunakan metode tradisional yang dianggap lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Dari sisi sosial, modernisasi bisa membawa perubahan dalam pola interaksi masyarakat desa. Kehidupan yang dulunya penuh dengan kebersamaan, di mana warga saling membantu dalam berbagai kegiatan, bisa berubah menjadi lebih individualistis. Masuknya teknologi seperti media sosial dan internet memang membawa manfaat, tetapi juga dapat mengurangi intensitas komunikasi langsung antarwarga.
Meski begitu, bukan berarti desa-desa tersebut menolak modernisasi sepenuhnya. Sebagian besar dari mereka hanya ingin menerapkan modernisasi secara selektif, yaitu menerima kemajuan yang membawa manfaat tanpa harus mengorbankan identitas budaya dan lingkungan. Dengan cara ini, mereka bisa tetap berkembang tanpa kehilangan akar tradisional yang menjadi bagian dari kehidupan mereka.
Baca juga: Tentang Nara